Dalam rangka memperingati Hari Batik Nasional setiap tanggal 2 Oktober, ada satu nama yang patut diacungi jempol atas usahanya melestarikan kearifan lokal Indonesia ini. Berawal dari kecintaannya terhadap kain batik, sosok Dea Valencia berhasil menjadi pengusaha sukses di usianya yang tergolong muda.
Lahir di Semarang, 14 Februari 1994, Dea merupakan anak dari pasangan Ariyani Utoyo dan Iskiworo Budiarto. Akrab disapa Denok, ia sukses membangun bisnis batiknya. Dari yang awalnya hanya mempunyai satu penjahit di sudut garasi rumah orang tuanya dan sekarang telah memiliki ratusan karyawan dan bermitra dengan lebih dari 200 pengrajin.
Istimewanya, bisnis yang dikembangkan oleh Dea ini juga melibatkan penyandang disabilitas seperti tuna rungu, tuna wicara, dan tuna daksa. Hal itulah yang membuatnya mendapatkan penghargaan Young Heroes dari program Kick Andy 2017 lalu.
Kisah Dea dalam merekrut penyandang disabilitas berjalan begitu saja. Saat merintis bisnisnya, ia kedapatan ada seorang disabilitas yang melamar pekerjaannya yang kemudian ia terima langsung. Awalnya, hanya ada 15-20% dari total penyandang disabilitas yang bekerja, dan sekarang sudah bertambah banyak menjadi 50% atau setengah karyawan Dea adalah penyandang disabilitas.
Tujuannya dalam mempekerjakan karyawab difabel ialah, untuk mendukung mereka agar bisa hidup lebih mandiri, bisa punya karya sendiri dan bermanfaat bagi orang. Bagi Dea, setiap orang berhak mendapatkan kesempatan yang sama.
Awal dalam merintis bisnis di dunia batik, sudah Dea lakukan mulai sejak lulus kuliah pada usia 18 tahun. Jenjang pendidikan Dea sendiri memang pintar, ia mengikuti program akselerasi semenjak bangku sekolah dasar hingga menengah. Maka tak heran, jika saat usianya masih 15 tahun ia sudah masuk ke perguruan tinggi, Universitas Multimedia Nusantara.
Setelah menyelesaikan pendidikan kuliahnya, Dea kemudian kembali ke kota kelahirannya, Semarang dan memulai bisnis batik. Sejak kecil, Dea memang sudah membantu ibunya berjualan koleksi batik yang antik. Baginya dengan cara seperti itu merupakan cara untuk melestarikan budaya Indonesia.
Bisnis Batik Kultur sendiri bermula saat Dea ingin memiliki baju batik sesuai yang ia mau. Namun, karena keterbatasan dana saat itu, pengusaha berusia 26 tahun ini kemudian menggeledah batik lawas milik orang tuanya. Berbekal kreativitasnya lahirlah batik buatan pertama Dea dari hasil memadukan batik-batik milik orang tuanya.
Karena ada tanggapan positif dan dukungan dari keluarga, Dea pun mulai memproduksi batik buatannya sendiri. Saat awal produksi batik kultur, ia hanya membuat 20 potong kain saja. Setelah dipromosikan lewat media online, ia tak menyangka akan mendapat respon positif dari konsumen.
Batik Kultur buatan Dea sendiri memang memiliki motif dan model menarik, yang sangat cocok untuk dipakai oleh siapapun. Terlebih bagi anak muda yang ingin tetap tampil kekinian namun dengan memakai batik.
Saat ini, usaha bisnis Dea telah sukses. Lebih dari 1000 potong baju batik setiap bulannya ia produksi dan dikirim ke dalam maupun luar negeri. Harga setiap potong batik kultur Dea sendiri dibanderol mulai dari Rp250.000 hingga Rp1,2 juta. Sekarang, Dea mampu meraup Rp300 juta hingga Rp500 juta tiap bulannya!
Di usianya yang masih muda, usaha Dea Valencia patut untuk ditiru. Tidak hanya dalam kepiawaiannya dalam berbisnis, namun juga rasa sosial yang dimiliki oleh Dea. Dengan ketekunan serta kerja keras semua bisa dilalui asal tidak mudah menyerah.
Sumber :https://www.radarbanten.co.id